Kendall terbangun dengan keringat yang mengalir deras. Ia mencoba meng translation - Kendall terbangun dengan keringat yang mengalir deras. Ia mencoba meng English how to say

Kendall terbangun dengan keringat y

Kendall terbangun dengan keringat yang mengalir deras. Ia mencoba mengatur nafasnya terlebih dahulu dan menatap sekelilingnya. Ia masih di kamar. Berarti, tadi hanya mimpi. Sosok Louis yang baik ternyata hanya mimpi. Sejujurnya, Kendall berharap mimpi itu menjadi kenyataan, Louis menjadi sosok yang baik dan perhatian. Namun, ia tahu itu hanya mimpi saja. Kendall menghela nafas, matanya melirik jam yang berada di dinding. Masih jam tiga pagi. Ia memutuskan untuk kembali tidur. Tapi, tidak bisa. Bayang-bayang Louis dan Eleanor berada di pikirannya.

Dengan begitu, Kendall mengambil iPhone yang terletak di nakas dan menyalakannya barangkali ada pesan yang masuk. Benar saja, ada satu pesan masuk. Kendall berharap itu pesan dari Louis, menanyakan kabarnya, dimana dia, dan Louis langsung mencarinya secepat mungkin. Tapi, harapan Kendall luntur, ternyata itu pesan dari operator.

Operator sialan, rutuknya dalam hati.

Kendall memutuskan untuk mengirim Louis pesan. Ia tahu Louis sedang tidur, tapi setidaknya ia menghubungi Louis.

To: Louis
Hei, Lou. Maaf aku meninggalkan rumah untuk waktu yang lama. Aku tahu kau tidak akan peduli. Ah ya, bagaimana kencanmu dengan Eleanor kemarin? Apa berjalan lancar? Kuharap ya. Oh ya, sekolah Cecile akan merayakan hari ayah. Demi menyambutnya, sekolahnya mengundang ayah mereka untuk datang. Dan Cecile memintamu untuk datang. Bisakah kau datang? Aku sangat berterima kasih sekali jika kau datang. Karena itu terakhir kalinya aku melihat wajahmu.

-Kendall Nicole Jenner

Kendall menitikkan air matanya. Ia berharap masalah ini cepat selesai dan semuanya akan berjalan dengan lancar. Semoga. Menghela nafas perlahan, ia meletakkannya kembali di nakas dan berusaha untuk tidur.

***

Cecile Odera Tomlinson POV

Aku menatap ayah temanku yang sedang berbincang dengan seorang guru laki-laki. Seketika, perasaan iri langsung timbul dari dalam diriku. Ya, aku iri karena ayahku tidak seperti ayah Kelly yang selalu mengantarnya setiap hari ke sekolah. Kalau aku? Huh, ayah saja selalu memarahiku. Ayah tidak sayang padaku. Ayah tidak sayang padaku. Ayah tidak sayang padaku!!!

Deland yang duduk di sebelahku, langsung menepuk pundakku. "Hei, kau kenapa Cecile? Apa ada masalah?"

"Tidak, aku tidak apa-apa."

"Oh, baiklah. Kalau ada masalah, ceritakan saja padaku."

"Terima kasih, Deland."

Deland tersenyum dan memalingkan mukanya ke arah lain. Oh ya, Deland adalah temanku yang ayahnyq juga seperti ayahku. Tapi, ayahnya lebih kejam lagi. Ayahnya menelantarkan Deland dan ibunya, ayahnya juga sedang menjadi buronan polisi di London karena kasus pembunuhan seorang anak kecil. Makanya, Deland selalu tampak iri jika temannya bertemu dengan ayah mereka. Deland juga terlihat pendiam dan jarang bergaul dengan siapapun, kecuali aku, karena aku sahabat dekatnya dari kelas enam.

Aku menatap ke jendela kelas yang cukup besar untuk melihat orang-orang bermain di lapangan. Banyak sekali yang bermain di lapangan. Uh, aku jadi ingin kesana, tapi tidak tahu harus bersama siapa. Deland sangat sulit untuk diajak bermain. Sedangkan teman-teman perempuanku sedang ke kantin. Dengan begitu, aku memutuskan untuk pergi ke lapangan dan duduk di sisi lapangan. Ketika aku sedang berjalan, seorang lelaki memakai sweater yang entah disengaja atau tidak, menendang bola ke arahku. Refleks, aku menunduk dan bola itu malah mengenai kepala anak kelas dua. Wops, sepertinya aku akan dapat masalah.

Kakak kelas itu tampak marah, ia menatapku dengan membunuh. "Hei bocah! Kau yang menendang bola ini, ya kan?!" bentak kakak kelas itu.

"T-tidak, aku tidak menendangnya. Tadi aku refleks menunduk karena ada bola datang ke arahku. Tapi aku tidak tahu jika di belakangku ada kau," jelasku cepat. Aku tidak ingin bermasalah dengan kakak kelas.

"Oh yeah? Aku melihatmu menendang bola itu kok! Jangan berbohong deh," sahut teman perempuannya yang memakai lipstick sangat tebal seperti badut, oh atau mungkin lebih dari itu.

"Lho? Setahuku kau itu hanya memakai lipstick badut itu. Mana mungkin kau melihat kejadian itu secara langsung?"

"Lancang sekali kau padaku!!" seru kakak kelas itu.

"Yeah, itu benar!" Teman-temannya bersorak.

Aku hanya menunduk tidak berani melawan, aku juga kalah jumlah.

Kakak kelas itu terkekeh. "Kenapa? Minta susu? Tidak ada susu disini! Minta belikan ayahmu saja yang tidak punya uang."

Seketika, aku mendongak ketika kakak kelas itu menyebut nama ayahku tidak punya uang. Lancang sekali kakak kelas ini! "Hei, tolong dijaga mulutmu! Ayahku bukannya tidak punya uang, dia hanya tidak peduli denganku!" Sahutku dengan mata berkaca-kaca.

"Hellow? Please deh, harusnya kau yang mulutnya dijaga! Ayahmu tidak peduli denganmu? Mungkin dia selingkuh atau apa, aku tidak tahu. Asal kau tahu ya, ayahmu itu memang miskin kok! Buktinya..."

"CECILE!"

Seketika, semuanya gelap.

***

Saat aku terbangun, kepalaku terasa sangat pening. Mungkin karena hal tadi. Sekarang, aku berada di ruang kesehatan sekolah. Aku pingsan tadi, tapi aku belum tahu siapa yang mengangkat tubuhku kesini. Mana mungkin kakak kelas perempuan tadi? Mereka saja mencemoohku. Suara langkah kaki seseorang membuatku menatap ke arah pintu. Gagang pintu berputar dan memunculkan sosok...

"Kau sudah bangun?"

Seorang laki-laki sekelasku yang kalau tidak salah namanya... William, dia membawa dua kaleng minuman. Aku pun mencoba duduk dan berhasil. William mendekatiku dan menyerahkan kaleng minuman yang satunya padaku.

Aku menatapnya bingung. "Ini untukku?"

"Ya, buat siapa lagi?"

"Terima kasih."

Aku membuka segel minuman itu dan meminumnya. Hh... Segar sekali...

"Will... Ngomong-ngomong, tadi kenapa aku bisa pingsan?" tanyaku sambil meletakkan kaleng minuman itu ke meja.

William mengacak-acak rambutnya bingung. "Um... tadi Moira, kakak kelas yang mengganggumu tadi, memukulmu dengan bola basket. Yaa jadi kau pingsan karena benturan dengan lantai sangat keras," jelasnya.

"Oh, begitu. Baiklah, aku mau ke kelas dulu."

William mencegatku. "T-tunggu, memang kepalamu sudah tidak pusing lagi?"

"Ya, kepalaku tidak pusing lagi kok." Ketika aku hendak berdiri, tubuhku oleng lagi, tapi sebuah tangan menahanku. William menahanku. Ya ampun, kami dekat sekali... Hehe, aku malu mengakui ini tapi William sangat tampan.

"Sudah kubilang, kau belum terlalu pulih, Cecile. Kau istirahat saja disini," sarannya sambil meletakkanku di kasur uks.

"Tapi habis ini pelajaran Mr. Elliot. Kau tahu kan dia itu bagaimana," kataku mencoba turun dari kasur. William menahanku lagi. Well, aku hanya bisa terdiam karena William terus menahanku. Percuma juga aku melawan, tenaganya kan kuat.

"Hei, aku lupa beritahu sesuatu. Hari ini ada rapat guru, jadi seluruh boleh pulang atau masih menetap di sekolah."

"Ya sudah aku ingin pulang saja, terima kasih Will," ucapku sambil tersenyum. Dan aku berhasil berdiri tanpa dibantu William.

William mencekal tanganku sehingga langkahku terhenti. "Aku akan mengantarmu."

Aku melongo. "Kau mengantarku? Tidak perlu. Aku bisa sendiri."

"Nanti kalau kau pingsan di jalan lagi? Memangnya ada yang menolong?"

"Um... Tidak. Lalu?" tanyaku polos.

"Tidak kan? Makanya aku akan mengantarmu. Mau ya???" tawar William sekali lagi, memasang puppy facenya. Ah sial, kelemahanku adalah puppy facenya..

Setelah berpikir beberapa saat, aku mengangguk. "Fine. Kalau kau merasa bosan di tengah-tengah perjalanan pulang, sebaiknya kau ke rumahmu saja tidak perlu mengantarku."

"Okey.
0/5000
From: -
To: -
Results (English) 1: [Copy]
Copied!
Kendall terbangun dengan keringat yang mengalir deras. Ia mencoba mengatur nafasnya terlebih dahulu dan menatap sekelilingnya. Ia masih di kamar. Berarti, tadi hanya mimpi. Sosok Louis yang baik ternyata hanya mimpi. Sejujurnya, Kendall berharap mimpi itu menjadi kenyataan, Louis menjadi sosok yang baik dan perhatian. Namun, ia tahu itu hanya mimpi saja. Kendall menghela nafas, matanya melirik jam yang berada di dinding. Masih jam tiga pagi. Ia memutuskan untuk kembali tidur. Tapi, tidak bisa. Bayang-bayang Louis dan Eleanor berada di pikirannya.Dengan begitu, Kendall mengambil iPhone yang terletak di nakas dan menyalakannya barangkali ada pesan yang masuk. Benar saja, ada satu pesan masuk. Kendall berharap itu pesan dari Louis, menanyakan kabarnya, dimana dia, dan Louis langsung mencarinya secepat mungkin. Tapi, harapan Kendall luntur, ternyata itu pesan dari operator.Operator sialan, rutuknya dalam hati.Kendall memutuskan untuk mengirim Louis pesan. Ia tahu Louis sedang tidur, tapi setidaknya ia menghubungi Louis.To: LouisHei, Lou. Maaf aku meninggalkan rumah untuk waktu yang lama. Aku tahu kau tidak akan peduli. Ah ya, bagaimana kencanmu dengan Eleanor kemarin? Apa berjalan lancar? Kuharap ya. Oh ya, sekolah Cecile akan merayakan hari ayah. Demi menyambutnya, sekolahnya mengundang ayah mereka untuk datang. Dan Cecile memintamu untuk datang. Bisakah kau datang? Aku sangat berterima kasih sekali jika kau datang. Karena itu terakhir kalinya aku melihat wajahmu.-Kendall Nicole JennerKendall menitikkan air matanya. Ia berharap masalah ini cepat selesai dan semuanya akan berjalan dengan lancar. Semoga. Menghela nafas perlahan, ia meletakkannya kembali di nakas dan berusaha untuk tidur.***Cecile Odera Tomlinson POVAku menatap ayah temanku yang sedang berbincang dengan seorang guru laki-laki. Seketika, perasaan iri langsung timbul dari dalam diriku. Ya, aku iri karena ayahku tidak seperti ayah Kelly yang selalu mengantarnya setiap hari ke sekolah. Kalau aku? Huh, ayah saja selalu memarahiku. Ayah tidak sayang padaku. Ayah tidak sayang padaku. Ayah tidak sayang padaku!!!Deland yang duduk di sebelahku, langsung menepuk pundakku. "Hei, kau kenapa Cecile? Apa ada masalah?""Tidak, aku tidak apa-apa.""Oh, baiklah. Kalau ada masalah, ceritakan saja padaku.""Terima kasih, Deland."Deland tersenyum dan memalingkan mukanya ke arah lain. Oh ya, Deland adalah temanku yang ayahnyq juga seperti ayahku. Tapi, ayahnya lebih kejam lagi. Ayahnya menelantarkan Deland dan ibunya, ayahnya juga sedang menjadi buronan polisi di London karena kasus pembunuhan seorang anak kecil. Makanya, Deland selalu tampak iri jika temannya bertemu dengan ayah mereka. Deland juga terlihat pendiam dan jarang bergaul dengan siapapun, kecuali aku, karena aku sahabat dekatnya dari kelas enam.Aku menatap ke jendela kelas yang cukup besar untuk melihat orang-orang bermain di lapangan. Banyak sekali yang bermain di lapangan. Uh, aku jadi ingin kesana, tapi tidak tahu harus bersama siapa. Deland sangat sulit untuk diajak bermain. Sedangkan teman-teman perempuanku sedang ke kantin. Dengan begitu, aku memutuskan untuk pergi ke lapangan dan duduk di sisi lapangan. Ketika aku sedang berjalan, seorang lelaki memakai sweater yang entah disengaja atau tidak, menendang bola ke arahku. Refleks, aku menunduk dan bola itu malah mengenai kepala anak kelas dua. Wops, sepertinya aku akan dapat masalah.Kakak kelas itu tampak marah, ia menatapku dengan membunuh. "Hei bocah! Kau yang menendang bola ini, ya kan?!" bentak kakak kelas itu."T-tidak, aku tidak menendangnya. Tadi aku refleks menunduk karena ada bola datang ke arahku. Tapi aku tidak tahu jika di belakangku ada kau," jelasku cepat. Aku tidak ingin bermasalah dengan kakak kelas."Oh yeah? Aku melihatmu menendang bola itu kok! Jangan berbohong deh," sahut teman perempuannya yang memakai lipstick sangat tebal seperti badut, oh atau mungkin lebih dari itu."Lho? Setahuku kau itu hanya memakai lipstick badut itu. Mana mungkin kau melihat kejadian itu secara langsung?" "Lancang sekali kau padaku!!" seru kakak kelas itu."Yeah, itu benar!" Teman-temannya bersorak.Aku hanya menunduk tidak berani melawan, aku juga kalah jumlah.Kakak kelas itu terkekeh. "Kenapa? Minta susu? Tidak ada susu disini! Minta belikan ayahmu saja yang tidak punya uang."
Seketika, aku mendongak ketika kakak kelas itu menyebut nama ayahku tidak punya uang. Lancang sekali kakak kelas ini! "Hei, tolong dijaga mulutmu! Ayahku bukannya tidak punya uang, dia hanya tidak peduli denganku!" Sahutku dengan mata berkaca-kaca.

"Hellow? Please deh, harusnya kau yang mulutnya dijaga! Ayahmu tidak peduli denganmu? Mungkin dia selingkuh atau apa, aku tidak tahu. Asal kau tahu ya, ayahmu itu memang miskin kok! Buktinya..."

"CECILE!"

Seketika, semuanya gelap.

***

Saat aku terbangun, kepalaku terasa sangat pening. Mungkin karena hal tadi. Sekarang, aku berada di ruang kesehatan sekolah. Aku pingsan tadi, tapi aku belum tahu siapa yang mengangkat tubuhku kesini. Mana mungkin kakak kelas perempuan tadi? Mereka saja mencemoohku. Suara langkah kaki seseorang membuatku menatap ke arah pintu. Gagang pintu berputar dan memunculkan sosok...

"Kau sudah bangun?"

Seorang laki-laki sekelasku yang kalau tidak salah namanya... William, dia membawa dua kaleng minuman. Aku pun mencoba duduk dan berhasil. William mendekatiku dan menyerahkan kaleng minuman yang satunya padaku.

Aku menatapnya bingung. "Ini untukku?"

"Ya, buat siapa lagi?"

"Terima kasih."

Aku membuka segel minuman itu dan meminumnya. Hh... Segar sekali...

"Will... Ngomong-ngomong, tadi kenapa aku bisa pingsan?" tanyaku sambil meletakkan kaleng minuman itu ke meja.

William mengacak-acak rambutnya bingung. "Um... tadi Moira, kakak kelas yang mengganggumu tadi, memukulmu dengan bola basket. Yaa jadi kau pingsan karena benturan dengan lantai sangat keras," jelasnya.

"Oh, begitu. Baiklah, aku mau ke kelas dulu."

William mencegatku. "T-tunggu, memang kepalamu sudah tidak pusing lagi?"

"Ya, kepalaku tidak pusing lagi kok." Ketika aku hendak berdiri, tubuhku oleng lagi, tapi sebuah tangan menahanku. William menahanku. Ya ampun, kami dekat sekali... Hehe, aku malu mengakui ini tapi William sangat tampan.

"Sudah kubilang, kau belum terlalu pulih, Cecile. Kau istirahat saja disini," sarannya sambil meletakkanku di kasur uks.

"Tapi habis ini pelajaran Mr. Elliot. Kau tahu kan dia itu bagaimana," kataku mencoba turun dari kasur. William menahanku lagi. Well, aku hanya bisa terdiam karena William terus menahanku. Percuma juga aku melawan, tenaganya kan kuat.

"Hei, aku lupa beritahu sesuatu. Hari ini ada rapat guru, jadi seluruh boleh pulang atau masih menetap di sekolah."

"Ya sudah aku ingin pulang saja, terima kasih Will," ucapku sambil tersenyum. Dan aku berhasil berdiri tanpa dibantu William.

William mencekal tanganku sehingga langkahku terhenti. "Aku akan mengantarmu."

Aku melongo. "Kau mengantarku? Tidak perlu. Aku bisa sendiri."

"Nanti kalau kau pingsan di jalan lagi? Memangnya ada yang menolong?"

"Um... Tidak. Lalu?" tanyaku polos.

"Tidak kan? Makanya aku akan mengantarmu. Mau ya???" tawar William sekali lagi, memasang puppy facenya. Ah sial, kelemahanku adalah puppy facenya..

Setelah berpikir beberapa saat, aku mengangguk. "Fine. Kalau kau merasa bosan di tengah-tengah perjalanan pulang, sebaiknya kau ke rumahmu saja tidak perlu mengantarku."

"Okey.
Being translated, please wait..
 
Other languages
The translation tool support: Afrikaans, Albanian, Amharic, Arabic, Armenian, Azerbaijani, Basque, Belarusian, Bengali, Bosnian, Bulgarian, Catalan, Cebuano, Chichewa, Chinese, Chinese Traditional, Corsican, Croatian, Czech, Danish, Detect language, Dutch, English, Esperanto, Estonian, Filipino, Finnish, French, Frisian, Galician, Georgian, German, Greek, Gujarati, Haitian Creole, Hausa, Hawaiian, Hebrew, Hindi, Hmong, Hungarian, Icelandic, Igbo, Indonesian, Irish, Italian, Japanese, Javanese, Kannada, Kazakh, Khmer, Kinyarwanda, Klingon, Korean, Kurdish (Kurmanji), Kyrgyz, Lao, Latin, Latvian, Lithuanian, Luxembourgish, Macedonian, Malagasy, Malay, Malayalam, Maltese, Maori, Marathi, Mongolian, Myanmar (Burmese), Nepali, Norwegian, Odia (Oriya), Pashto, Persian, Polish, Portuguese, Punjabi, Romanian, Russian, Samoan, Scots Gaelic, Serbian, Sesotho, Shona, Sindhi, Sinhala, Slovak, Slovenian, Somali, Spanish, Sundanese, Swahili, Swedish, Tajik, Tamil, Tatar, Telugu, Thai, Turkish, Turkmen, Ukrainian, Urdu, Uyghur, Uzbek, Vietnamese, Welsh, Xhosa, Yiddish, Yoruba, Zulu, Language translation.

Copyright ©2024 I Love Translation. All reserved.

E-mail: