Papi yang baik,
satu hari ini saya berpikir tentang papi, dari awal kita bertemu sampai hari ini,
lebih dari 20 tahun kita saling kenal. banyak hal kita lalui bersama.
Do'a-do'aku semua terkabul, yang pada akhirnya kita dipertemukan kembali dan kitapun menikah, dan mempunya anak.
Akan tetapi didalam menjalankan rumah tangga, yang pada akhirnya kita berseberangan dalam mengisi hidup ini.
Papi tidak menginginkan saya seperti yang sekarang. tetapi saya tidak bisa untuk kembali seperti tahun-tahun yang lalu.
Saya sudah berusaha untuk seperti yang papi mau, tapi saya tidak bisa. Saya lebih nyaman dengan saya yang sekarang.
Saya berusaha untuk mengerti papi, tapi kenyataannya kita berbeda. Saya sayang dan cinta papi sampai detik ini.
Papi telah membenci saya, papi telah sebel saya, papi sudah tidak ada rasa lagi dengan saya, papi sudah tidak
percaya lagi dengan saya.
Apakah saya sudah tidak ada lagi di hati papi? Apakah saya sudah seperti orang lain? Apakah papi sudah tidak ada
rasa lagi dengan saya? Sehingga saya tidak ada gunanya lagi didalam hidup papi.
Beberapa bulan terakhir, saya rasakan papi sudah tidak peduli lagi dengan saya. Saya hanya penjaga anak-anak.
Tidak ada perhatian sama sekali, papi diam dan dingin. Tidak ada tertawa lagi, tidak ada kehangatan dan kegembiraan.
Papi isi dengan sibuk bekerja tanpa memperhatikan saya dan lainnya..
Saya tidak butuh uang papi. Saya butuh papi di sisi saya bersama anak-anak.
Saya diam karena saya takut sama papi, saya takut saya salah bicara. saya takut saya berkata kasar, saya takut
apa yang saya ucapkan adalah bohong.
Saya sakit piii, saya kecewa sama papi, papi sudah tidak percaya lagi sama saya, tidak ada kelembutan, tidak ada
kehangatan. Saya seperti orang lain dan saya merasa saya seperti anak buah papi, Papi yang suka berteriak jika memanggil saya.
Saya mengerti dan faham betul, apa yang membuat papi seperti ini. Apakah karena perubahan saya.
Saya mengerti papi tidak nyaman dengan perubahan saya, dan saya bisa merasakan.
Mungkin sudah saatnya bom waktu meledak. Hal-hal seperti ini akan terjadi.
karena perbedaan kita. Agama, Budaya, Bangsa dan Negara.
Karena kita tidak sama, apalagi yang paling sensitif yaitu Agama dan Keyakinan.
Papi tidak suka saya memperdalam ajaran agama.
Tidak banyak orang muslim di dunia ini yang mendapat petunjuk atau hidayah. Banyak orang muslim sibuk dengan
aktifitasnya tanpa tahu islam itu seperti apa. Tapi saya salah satu dari jutaan orang muslim yang dipilih dan di beri petunjuk untuk hidup lebih baik lagi, yaitu dengan memperdalam agama. Saya sudah berusaha keluar dari hal seperti
ini agar saya bisa sejalan dengan papi, akan tetapi saya kembali lagi keduania seperti ini. Allah telah memilihkan
jalan yaitu dengan tinggal di lingkunga THB yang islamnya bagus, dan saya bersyukur, saya senang dan bahagia
dilingkungan ini. akan tetapi tidak baik untuk papi sehingga saya berubah.
Saya berusaha tinggal di tempat yang paling dekat dengan kerja papi, tapi tidak ada dan tidak cocok. saya menginginkan dimanapun kamu berada saya dan anak-anak selalu dekat dengan papi. tapi nyatanya kita memilih di tempat ini yaitu THB.
saya sebagai seorang muslim berterima kasih jika ada kesempatan untuk belajar. Apakah saya salah? Apakah saya harus menjauh dari keislaman saya agar saya bisa hidup dengan papi. Yang papi pernah bilang hiduplah seperti wanita-wanita muslim lainnya yang bukan seperti saya. Akan tetapi penilaian papi tentang seorang muslim itu tidak benar, mereka nantinya akan seperti saya juga, tinggal menunggu waktu saja. Allah yang akan menggerakkan hati mereka. kapan mereka-mereka akan berubah.
Mungkin saya terlalu cepat, tapi itulah kenyataannya.
Saya bertanya kepada semua orang yang saya kenal :" lebih baik saya yang dahulu atau yang sekarang" juga saya
bertanya ke kelurga saya termasuk anak-anak: "Apakah saya harus seperti yang dulu atau yang sekarang? mereka memilih yang sekarang. Apalagi saya bertanya pada bapak Ustadz.
Hanya papi yang tidak menginginkan saya seperti ini. kultur dan budaya Indonesia seperti ini. Karena papi dari bukan seorang muslim jadi berpendapat lain. dan saya hargai pendapat papi.
Jadi intinya untuk menyikapi perbedaan ini bagaimana?
Saya mau seperti yang sekarang karena sudah saatnya untuk berubah dan papi tidak menyukai perubahan saya.
Apakah masih ada kemungkinan kita bisa baik seperti dulu.
Kita hidup di Indonesia.
Saat kita menikah saya akui papi "terpaksa" untuk masuk agama islam. "karena saya memaksa"
Karena terpaksa maka terjadilah masalah seperti ini, Masalah ini harus diselesaikan.
Setelah saya sadari Perpindahan agama itu tidak boleh ada kata "terpaksa"
Perpindahan agama itu karena ada "Niat" dan "ke Ihklasan", "Rela dari Hati"
sehingga terciptalah keluarga yang bahagia. Karena satu tujuan.
Kalau kita, kita hidup seperti rel kereta api. Kita selalu bersama tetapi tidak pernah bertemu.
K