Results (
English) 1:
[Copy]Copied!
Kayla terus berjalan menuju kelasnya tanpa memedulikan pandangan sinis dan tajam dari beberapa teman di sekolahnya. Ia berjalan sambil menunduk dengan kacamatanya yang cukup tebal, menambah penampilannya yang Nerd itu. Saat ia lewat, beberapa orang mencemoohnya bahkan ada yang mendorongnya. Namun Kayla tetap terdiam menatapi nasibnya sendiri. Sesampainya di kelas, ia dengan pelan berjalan menuju bangkunya yang berada di belakang paling pojok, sendirian.Kayla mengeluarkan beberapa buku dari tasnya dan mengambil pulpennya di tempat pensilnya. Dia menulis sesuatu di buku Diary kesayangannya. Dengan gemetar, Kayla mulai menulis curhatannya di buku tersebut.Dear Diary,Hari ini, aku mengalami hal yang sangat sial lho, Diary. Pasti kamu sudah tahu kan, dengan pengalamanku ini? Yap, betul sekali, aku sudah di bully oleh orang-orang tidak jelas itu. Aku sendiri bingung, memangnya, apa salahku, ya? Bahkan, aku tidak pernah berbuat salah pada mereka, berbicara pada mereka saja tidak.And...Mom, i miss you. Aku sangat sedih dengan kepergian Mom yang mendadak. Aku pun belum mengucapkan salam perpisahan padamu, Mom. Oh ya, Mom, di sekolah, banyak sekali yang membully ku, lho. Sama seperti ketika Mom pertama kali masuk sekolah sebagai murid baru.Aku sampai lupa Mom, bagaimana kabarmu? Apakah Mom tenang diatas sana? Jika Mom bertanya tentang kabarku dan ayah, kami baik-baik saja, Mom.Sudah dulu, ya, Diary, Mom, aku ingin belajar lagi karena bel sudah berbunyi.Love-Kayla GrierKayla menutup buku Diary nya dan memasukannya kembali ke dalam tas. Kayla memang menganggap Diary itu Mom nya, karena, Mom memberikannya Diary itu di hari sebelum Mom nya meninggal dunia. Otaknya penuh dengan ingatan indahnya bersama Mom nya. Kayla memikirkan kembali memori nya ketika kecil. Tetapi, itu tak berlangsung lama ketika salah satu murid yang pernah membully nya, datang ke arah mejanya.BRAK!Carol menggebrak meja Kayla dengam keras sehingga ia terkejut. Carol menjambak rambut Kayla. Kayla meringis kesakitan, ia mencoba melepaskan cengkraman Carol dari rambutnya. Tetapi percuma, Carol mempunyai tenaga seperti laki-laki, karena kelakuannya sering membully orang seperti Kayla."Hei! Masih punya muka juga ya, datang ke sekolah ini! Belum puas di bully, hm?" teriak Carol. Kayla hanya menutup matanya.Sakit.Itulah yang Kayla rasakan sekarang. Ia merasa sakit hati dengan perlakuan orang-orang di sekolahnya. Terlebih lagi, dia tidak mempunyai teman. Sungguh miris hidup Kayla.Sesaat kemudian, Carol melepaskan cengkramannya dari rambut Kayla karena melihat Mrs.Tyle sedang bersandar pada pintu kelas sambil berkacak pinggang.Carol pun langsung memasang wajah takutnya. Pasti, ia akan menuduh Kayla yang tidak-tidak.Carol menghampiri Mrs.Tyle yang berada di depan pintu kelas, "Mrs.Tyle, tadi, Kayla ingin berbuat jahat padaku. Makanya, aku menjambak rambutnya. Dia menodongku dengan gunting," ucap Carol sambil berakting menangis. Mrs.Tyle yang notabene orang yang mudah percaya, segera menuju tempat duduk Kayla, dan menggeledah tasnya. Benar saja, Kayla membawa guntig yang cukup tajam."Kayla, apa benar kamu menodong Carol dengan gunting ini?" tanya Mrs.Tyle tegas.Kayla menelan ludahnya, lalu dengan percaya diri, ia menjawab, "Tidak Mrs.Tyle, aku tidak menodong Carol dengan gunting itu. Gunting itu untuk membuat prakarya saat kelas Prakarya nanti," jelas Kayla.Mrs.Tyle menghela nafasnya, bingung harus mempercayai yang mana. Tetapi, Kayla sudah tahu yang mana yang akan di bela Mrs.Tyle."Oke. Saya akan memulai pelajaran saya." Mrs.Tyle berjalan menuju papan tulis.Sementara Carol mendengus kesal karena rencananya berantakan. Dalam hati, Kayla bersyukur karena kali ini, dia tidak mendapat hukuman dari guru-guru yang lain akibat perbuatan Carol.Kayla mengeluarkan buku tulisnya lalu mulai mendengarkan penjelasan yang diajarkan Mrs.Tyle di papan tulis.***Carol's POVDengan kesal, aku melangkahkan kakiku menuju kelas pacarku, David. Aku kesal sekali karena rencanaku gagal untuk membuat Kayla terhukum. Baru kali ini, rencanaku gagal untuk membully Kayla.Sesampainya di kelas David, aku langsung duduk di sebelah nya yang sedang bercanda bersama teman-temannya. Saat David melihatku, ia tersenyum ke arahku. David mencium dahiku."Hello, Babe, ada apa kamu kesini?" tanya David.Ini hanya perasaanku saja atau memang benar David sedang bahagia? Ah, mungkin perasaanku saja."Oh, gapapa. Gini, lho, aku kesini, minta pendapat kamu untuk membully Kayla lagi, kamu punya usul?" David memutar bola matanya. Pertanda kesal."Kamu itu, mengapa mengurusi Kayla terus, sih? Dia itu tidak berguna! Biar teman -temanku saja yang mengurusinya, oke, Babe?" kata David. Aku tersenyum lalu mengangguk. David memang mengerti sekali perasaanku. Perlahan, senyum licik sudah terpasang di bibirku.***Kayla's POVSaat istirahat, aku hanya berdiam diri di kelas, tidak melakukan apa-apa. Aku memang tidak mempunyai teman. Temanku hanya satu, Carter. Carter tidak Nerd sepertiku. Dia juga populer. Sehingga banyak sekali gadis-gadis yang menyukainya.Well, sebenarnya, aku tertarik dengan teman sekelasku yang sering membully ku, yaitu Taylor. Sifatnya sangat arogan. Dia juga player. Anehnya, aku menyukainya. Sayangnya Taylor sudah mempunyai pacar. Pacarnya sangat cantik jadi kemungkinan kecil niatku untuk memilikinya.Karena sangat bosan, aku mengambil iPhone ku yang berada di tas dan memainkannya.Ada satu pesan dari ayah. Lalu, aku pun membukanya.From: DadKayla, sepertinya, sampai minggu depan, ayah tidak akan ada dirumah karena pekerjaan yang sangat mendadak. Tenang saja, ayah sudah transferuang ke rekening bank mu. Love you -Dad.Aku sangat sedih mendengar Dad akan bekerja ke luar negeri. Berarti, aku akan sendiri di rumah, bersama anjingku, Sony.Tiba-tiba saja, Carter sudah duduk di sebelahku, dengan snapbacknya yang terpasang terbalik di kepalanya. Dia menatapku dengan senyumannya seperti biasa.Aku mendecak, "Apa yang kau lakukan disini?" tanyaku karena dia mengganggu waktu ku yang seharusnya sendirian.Carter terkekeh, "Jadi, kau sudah tidak menganggapku temanmu lagi?" kata Carter sinis."Tid..."BRAK!Seseorang menggebrak mejaku dengan keras. Aku dan Carter yag sedang mengobrol pun kaget. Ternyata, itu teman-teman Taylor, Shawn, Hayes, dan Aaron. Huft, mereka pasti akan membully ku lagi."What's your problem, dude?" bentak Carter sambil mendorong bahu Aaron kencang.Aaron tertawa dipaksakan, lalu, ia melirikku, "Easy, dude. I just wan't your friend."Carter yang mendengar Aaron berkata seperti itu, langsung mendorongnya sehingga Aaron terjatuh."She's mine."Belum sempat Aaron membalas kata-kata Carter, temannya, Hayes sudah menariknya terlebih dahulu. Setelah mereka pergi, Carter kembali duduk di bangku sebelahku. Nafasnya memburu. Mungkin, dia mencoba mengontrol emosinya.Aku mengelus-elus pundaknya agar ia tenang, "Seharusnya, kau tidak usah membelaku seperti itu. Aku bisa kok, mengatasinya," ucapku pelan.Carter yang mendengar ucapanku malah menarikku ke tengah lapangan. Aku hanya bingung melihat sikapnya. "Hei semuanya! Dengarkan aku!" teriak Carter dengan kencang sehingga murid-murid yang lewat di lapangan menghampiri Carter. Setelah dipastikan seluruh murid sudah berkumpul, Carter melanjutkan perkataannya, "Siapapun yang berani mengganggu gadis ini, maka akan berurusan denganku! Mengerti?!" teriak Carter.
Ya ampun Carter, untuk apa dia membelaku di depan seluruh murid di sekolah ini?
Merasa diabaikan, Carter pun berteriak lebih kencang, "MENGERTI?!"
"YA," jawab mereka dengan kompaknya.
Carter merasa puas mendengar jawaban mereka. Begitu juga aku. Aku senang karena (kemungkinan besar) mereka tidak akan membully ku lagi. Setelah itu, Carter mengusir mereka agar mereka kembali ke aktivitasnya masing-masing.
Aku menatap Carter dengan tatapan berterima kasih, lalu, ia membalasnya dengan senyumannya seperti biasa. Eh, bukan senyuman yang biasanya, senyuman yang membuat darahku berdesir. What's wrong with me?!
Karena merasa gugup, aku mengajaknya kembali ke kelas karena bel masuk sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Di perjalanan menuju kelas, tidak ada anak yang menggangguku, karena di sebelahku ada Carter yang menjagaku.
Thank you, Carter...
***
Sepulangnya dari sekolah, aku mampir sebentar ke restoran milik pamanku. Restoran pamanku cukup dekat dengan sekolahku, hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai disana.
Sesekali, aku melirik orang-orang yang berlalu lalang. Diantara mereka rata-rata anak sekolah sepertiku. Mataku beralih pada seseorang yang sedang merangkul perempuan yang mungkin pacarnya. Mereka terlihat sangat mesra, dan seketika, perempuan yang dirangkul lelaki itu menoleh. Bukankah itu, Laura, pacarnya Taylor? Tampaknya, Laura bersama Taylor. Ternyata, lelaki yang sedang merangkul Laura itu adalah Taylor.
Hatiku merasa di tusuk pisau yang sangat tajam menyadari sepasang kekasih itu adalah Taylor dan Laura. Kelakuan mereka yang sangat mesra itu berhasil membuat hatiku jatuh berkeping-keping, lalu berubah menjadi abu yang siap di buang di tengah lautan.
Seketika, mataku pun menjadi panas, sangat panas malah. Aku mencoba menghapus air mataku, tetapi, air mata sialan ini tidak mau berhenti juga. Niatku ingin ke restoran milik pamanku, perlahan-lahan hancur. Ya, aku sedang tidak mood untuk datang ke restoran pamanku.
Ah, lebih baik aku pulang saja, ucapku dalam hati.
Tetapi, mengingat mataku yang sedang tidak beres ini, kuputuskan untuk beristirahat di halte bus terlebih dahulu untuk menormalkan mataku kembali. Aku duduk di kursi halte yang kosong. Di halte ini, hanya ada aku dan seorang laki-laki memakai snapback nya yang dipakai kesamping sehingga menyulitkan aku untuk melihat wajahnya.
BRUSS!!!
Tiba-tiba saja, hujan turun dengan sangat deras. Bagaimana caraku untuk pulang jika cuaca sedang tidak mendukung seperti ini yang sama dengan suasana hatiku? Lalu, aku mengecek iPhon
Being translated, please wait..
