“Selamat Pagi!” Begitu sapaan khas di RM Lele Lela, begitu kita masuk  translation - “Selamat Pagi!” Begitu sapaan khas di RM Lele Lela, begitu kita masuk  English how to say

“Selamat Pagi!” Begitu sapaan khas

“Selamat Pagi!” Begitu sapaan khas di RM Lele Lela, begitu kita masuk ke sana. Tak peduli kita datang pada pagi, siang, sore, atau malam, tetap disambut dengan ucapan “Selamat Pagi!”
Begitulah dia “mendoktrin” stafnya dalam menyambut tamu di rumah makan Lele Lela miliknya. Hal itu dia lakukan aga para karyawan termotivasi dan produk yang disediakan selalu segar seperti segarnya suasana pagi hari.
Lela bukanlah nama istri atau anak-anaknya, melainkan singkatan dari Lebih Laku. Kenalkan namanya Rangga Umara. Meski usianya masih tergolong muda, 35 tahun, pahit getirnya membangun usaha sudah dia rasakan sejak bertahun-tahun lalu, sebelum akhirnya RM Pecel Lele Lela dikenal luas. RM ini dia dirikan sejak Desember 2006. Kini dibilang sukses, sebab dia telah melewati masa-masa sulit. Karena itu, dia lebih bisa menghargai jerih payahnya, menghargai hidup dan orang lain. Profesi yang dia geluti ini bisa melenceng dari pekerjaan bapaknya, Deddy Hasanudin, seorang Ustadz dan ibunya, Tintin Martini, pegawai negeri yang telah pensiun.
Dulu cita-citanya memang menjadi pengusaha. Namun, entah kenapa akhirnya dia kuliah di sebuah perguruan tinggi di Bandung Jurusan Manajemen Informatika. Ilmu akademis ini mengantarkannya bekerja di sebuah perusahaan pengembangan di Bekasi sebagai marketing communication manager di perusahaan itu.
Sayang, setelah hampir lima tahun bekerja, kondisi perusahan sedang tidak baik. Hal itu membuat banyak karyawan di-PHK. Saat itu lah dia tersadar, dia tinggal menunggu giliran. Karena itu dia memikirkan lebih serius soal rencana hidupnya berikutnya. Yang jelas, saat itu yang terpikir olehnya, tak ingin lagi menjadi karyawan kantoran karena sewaktu-waktu bisa menghadapi masalah PHK lagi.
Akhirnya, dia bertekad ingin membuka usaha sendiri. Sayangnya dia bingung mau berbisnis apa. sebelumnya, dia pernah membuka beberapa usaha kecil-kecilan, antara lain penyewaan computer, tapi bisnisnya selalu gagal. Setelah dia pikir-pikir, dia memutukan untuk membuka usaha di bidang kuliner. Alasannya sederhana saja, karena dia suka sekali makan.
Dia memilih membuka warung seafood seperti yang banyak ditemukan di kaki lima. Modalnya hanya 3 juta rupiah. Uang itu dia peroleh dari hasil menjual barang-barang pribadi ke teman-temanya, antara lain telepon genggam, parfum, dan jam tangan. Sampai sekarang, barang-barang itu masih disimpan mereka, katanya untuk kenang-kenangan. Istrinya, Siti Umairoh yang seumuran dengannya, mendukung keputusannya.
Awalnya, ia berpikir suaminya hanya berbisnis sampingan saja seperti sebelumnya, karena dia mulai berjualan sebelum mengundurkan diri dari perusahaan. Ia kaget ketika suaminya benar-benar menekuni bisnis ini, meski tetap saja ia mendukung.
Yang keberatan justru orang tuanya. Mungkin mereka khawatir memikirkan masa depan anaknya yang jadi tidak jelas. Maklum dia yang sebelumnya kerja kantoran dengan berbju rapi, malah jadi terkesan luntang-lantung tidak jelas.
Warung semi permanen berukuran 2x2 meter persegi dia dirikan di daerah Pondok Kelapa. Lantaran modal pas-pasan, dia mencari tempat yang sewanya cukup murah, sekitar 250 ribu rupiah per bulan. Dia memperkerjakan tiga orang, dua diantaranya adalah suami-istri. Berbeda dari warung seafood di kaki lima yang umumnya bertenda biru dan berspanduk putih, warungnya didesain unik
Ternyata deain unik tak membantu penjualan. Tiga bulan pertama, hasil penjualan selalu minus. Tak satu pun pembeli datang. Dia mencoba berbesar hati, mungkin warungnya sepi lantaran banyak yang tidak tahu keberadaan warung tendanya itu. Dia mulai melirik lokasi yang lebih ramai. Dia tawarkan sistem kerjasama dengan rumah makan dan warung lain, tapi selalu di tolak.
Sampai suatu hari, dia mendatangi sebuah rumah makan semi permanen di kawasan tempat makan, masih di kawasan Pondok Kelapa. Seperti yang lain, pemilik rumah makan ini juga menolak tawaran kerjasamanya. Ia justru menawarinya untuk membeli peralatan rumah makannya yang hendak ia tutup lantaran sepi pembeli. Dia menolak, karena tak punya uang. Akhirnya, ia menawarkan sewa tempat seharga 1 juta rupiah perbulan dan dia pun setuju.
Bulan pertama buka usaha, mulai tampak hasilnya. Pembeli mulai berdatangan. Dia tahu, usaha yang sukses dan bertahan adalah usaha yang punya spesialisasi. Dia memutuskan untuk berjualan pecel lele, makanan favoritnya sejak kuliah. Semasa kuliah dia rajin berburu warung pecel lele yang enak. Dia piker, orang yang khusus berjualan makanan dari lele belum ada.
Lagi-lagi, nasib baik belum sepenuhnya berpihak kepadanya. Begitu dia berjualan lele, yang laku justru ayam. Kalau menu ayam habis, pembeli langsung memilih pulang. Namun, dia tak mau menyerah. Karena dia tahu lele itu enak. Jadi, ketika para pembeli duduk menikmati hidangan, dia berkeliling meja, minta mereka untuk mencicipi hasil masakannya. Syukurlah masakannya enak.
Dari situ, dia berusaha lebih giat untuk memperkenalkan masakan lele. dia berusaha menonjolkan kelebihan lele yang terletak pada dagingnya yang lembut dan gurih. Untuk menutupi kekurangan tampilan fisik lele yang mungkin kurang menarik, lelenya dia baluri dengan tepung lalu digoreng dan hasilnya gagal total.
Dia mengamati lele berbalur tepung itu. Ternyata memang mirip pisang goring. Dia pantang menyerah. Dia mecoba lagi menggoreng lele dengan tepung. Kali ini, digoreng dengan telur dan melalui beberapa kali proses. Dan akhirnya sukes. Pembeli makin suka makan lele olahan mereka. Pelanggannya yang suka makan ayam, mulai beralih ke lele tepung.
Setelah tiga bulan pindah ke tempat baru itu, pendapatan rumah makannya meningkat menjadi 3 juta rupiah perbulan. Dia sangat bersyukur. Dari situ dia berpikir untuk lebih total menekuni bisnis ini. Apalagi dengan penghasilannya sebagai karyawan kantoran yang cuma “tiga koma”. Maksudnya setelah tanggal tiga lalu “koma”.
Tahu usahanya laris, pemilik rumah makan menaikan biaya sewa jadi dua kali lipat, yaitu 2 juta rupiah perbulan. Dia mulai merasa seolah-olah bekerja untuk orang lain karena hasil yang dia raih hanya untuk membayar sewa tempat.
Masalah bertambah lagi karena dia juga harus memikirkan gaji karyawan. Dia memutar otaknya guna mendapatkan uang untuk membayar gaji karyawan. Dia sudah mantap tidak akan kerja kantoran lagi. Sebab ada tiga orang karyawan yang menggantungkan nasib padanya.
Dia mencoba tetap bertahan, walaupun pendapatannya masih minus. Saking pusingnya, di awal 2007dia nekat berhutang pada rentenir sebesar 5 juta rupiah, sekedar unuk menggaji karyawan. Dia berprinsip, dalam kondisi seperti apa pun, karyawan tetap harus diprioritaskan.
0/5000
From: -
To: -
Results (English) 1: [Copy]
Copied!
"Good Morning!" So the typical greeting at RM Catfish Lela, once we get in there. No matter we came on a morning, noon, afternoon, or evening, still greeted with a greeting of "good morning!"That's how he "suggesting" its staff welcome guests at home eating Catfish Lela hers. That thing he did aga the employees motivated and provided product is always fresh as fresh atmosphere of the early morning.Lela is not the name of his wife or children, but rather stands for More Practice. Recommend name Rangga Umara. Despite his age still belongs to the young, 35 years old, bitter getirnya building effort already he felt since many years ago, before finally RM Pecel Lele Lela is widely known. RM this he founded since December 2006. Now arguably a success, because he has gone through tough times. Therefore, he can appreciate his achievements, appreciate life and others. The profession that she get into this can be deviated from his father's job, Deddy Hasanudin, an Ustadz Tintin and his mother, Martini, civil servants who have retired. First he did indeed become entrepreneurs. However, somehow he finally enrolled in a College in Bandung majoring in Management Engineering. This academic science led him to work in a development company in Bekasi as marketing communication manager at the company. Alas, after nearly five years of work, the conditions of the company are not good. It makes a lot of employees laid off. That moment was he hit me, he stayed waiting for a turn. Therefore he thought more seriously to question the plan of his life next. What is clear, the time that it occurred to him, no longer want to be employees of the Office because any time could face the problem of LAYOFFS again. Finally, he determined wanted to open his own business. Unfortunately she is confused as to what business wants. earlier, he had opened several small businesses, including computer rental, but its business has always failed. After he thought-think, he decided to open a business in the field of culinary. The reason is simple, because he liked to eat. He chose the seafood stalls opened as many found on the pavement. Its capital is only 3 million rupiah. The money he earned from the proceeds of selling personal items to teman-temanya, among other mobile phones, perfume, and watches. Until now, the stuff that's still saved them, he said for a keepsake. His wife, Siti Umairoh the same age as him, support his decision. Initially, she thought her husband was only a side business just as before, since she began selling before resigning from the company. She was stunned when her husband was actually working in this business, though he still supports.That is precisely the objections of her parents. Perhaps they worry thinking of his future unclear. Understandably he previously Office job with berbju neat, in fact so impressed Johnny luntang is unclear. Semi permanent stalls measuring 2 x 2 square meters she had founded at Pondok Kelapa area. Because capital is mediocre, she's looking for a place that the rent is pretty cheap, around 250 thousand dollars per month. He employs three people, two of whom are married. Different from the stalls of seafood at the foot of five commonly tented blue and white berspanduk, denotes the unique designedIt turns out that no unique deain help sales. The first three months, sales are always a minus. None of the buyers came from. He tried emboldened, perhaps because many are deserted denotes did not know the whereabouts of his tent stalls it. She began to turn to a more crowded locations. He offered cooperation system with other stalls and restaurants, but always in decline.Until one day, she went to a House to eat semi permanent in the dining area, is still in the area of Pondok Kelapa. Like the others, the owner of a restaurant also declined their cooperation. He thus offered him to buy its home appliances to close because he deserted the buyer. He was refused, because it does not have the money. Finally, he offered to rent a place for $ 1 million dollars per month and he agreed.First month open effort, began to seem the results. Buyers began arriving. He knows a successful venture, and survive is a attempt had a specialty. He decided to sell pecel lele, his favourite food since college. During the lecture he avidly hunting warung pecel lele are tasty. He thinks that special person, selling food from the catfish does not yet exist. Again, good luck not yet fully sided with him. So he's selling catfish, which sold the chicken instead. If the chicken menu, direct buyers chose to go home. However, he does not want to give up. Because he knew it was tasty catfish. So when the buyer seated meal, he traveled around the table, ask them to taste the results of its cuisine. Thank goodness for good.From there, he tried to introduce a more enterprising catfish dishes. He tried to accentuate the advantages of catfish on his flesh is soft and savory. To cover the shortage of physical appearance of catfish may be less interesting, lelenya he baluri with flour and then fried and the result was a total failure. He observed that flour berbalur catfish. It turns out it is indeed similar to banana goring. He never give up. He tries again to fry Catfish with flour. This time, fried with eggs and through the process several times. And finally achieve success. The buyer was further processed catfish like to eat them. Customer who likes to eat chicken, began turning to Catfish flour. Setelah tiga bulan pindah ke tempat baru itu, pendapatan rumah makannya meningkat menjadi 3 juta rupiah perbulan. Dia sangat bersyukur. Dari situ dia berpikir untuk lebih total menekuni bisnis ini. Apalagi dengan penghasilannya sebagai karyawan kantoran yang cuma “tiga koma”. Maksudnya setelah tanggal tiga lalu “koma”.Tahu usahanya laris, pemilik rumah makan menaikan biaya sewa jadi dua kali lipat, yaitu 2 juta rupiah perbulan. Dia mulai merasa seolah-olah bekerja untuk orang lain karena hasil yang dia raih hanya untuk membayar sewa tempat. Masalah bertambah lagi karena dia juga harus memikirkan gaji karyawan. Dia memutar otaknya guna mendapatkan uang untuk membayar gaji karyawan. Dia sudah mantap tidak akan kerja kantoran lagi. Sebab ada tiga orang karyawan yang menggantungkan nasib padanya.Dia mencoba tetap bertahan, walaupun pendapatannya masih minus. Saking pusingnya, di awal 2007dia nekat berhutang pada rentenir sebesar 5 juta rupiah, sekedar unuk menggaji karyawan. Dia berprinsip, dalam kondisi seperti apa pun, karyawan tetap harus diprioritaskan.
Being translated, please wait..
 
Other languages
The translation tool support: Afrikaans, Albanian, Amharic, Arabic, Armenian, Azerbaijani, Basque, Belarusian, Bengali, Bosnian, Bulgarian, Catalan, Cebuano, Chichewa, Chinese, Chinese Traditional, Corsican, Croatian, Czech, Danish, Detect language, Dutch, English, Esperanto, Estonian, Filipino, Finnish, French, Frisian, Galician, Georgian, German, Greek, Gujarati, Haitian Creole, Hausa, Hawaiian, Hebrew, Hindi, Hmong, Hungarian, Icelandic, Igbo, Indonesian, Irish, Italian, Japanese, Javanese, Kannada, Kazakh, Khmer, Kinyarwanda, Klingon, Korean, Kurdish (Kurmanji), Kyrgyz, Lao, Latin, Latvian, Lithuanian, Luxembourgish, Macedonian, Malagasy, Malay, Malayalam, Maltese, Maori, Marathi, Mongolian, Myanmar (Burmese), Nepali, Norwegian, Odia (Oriya), Pashto, Persian, Polish, Portuguese, Punjabi, Romanian, Russian, Samoan, Scots Gaelic, Serbian, Sesotho, Shona, Sindhi, Sinhala, Slovak, Slovenian, Somali, Spanish, Sundanese, Swahili, Swedish, Tajik, Tamil, Tatar, Telugu, Thai, Turkish, Turkmen, Ukrainian, Urdu, Uyghur, Uzbek, Vietnamese, Welsh, Xhosa, Yiddish, Yoruba, Zulu, Language translation.

Copyright ©2024 I Love Translation. All reserved.

E-mail: