1. Penilaian Acuan Patokan
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Dengan kata lain, kemampuan-kemampuan apa yang telah dicapai peserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program. Jadi, penilaian acuan patokan meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik, dan bukan membandingkan seorang peserta didik dengan teman sekelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau patokan yang spesifik. Kriteria yang dimaksud adalah suatu tingkat pengalaman belajar yang diharapkan tercapai sesudah selesai kegiatan belajar atau sejumlah kompetensi dasar yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar berlangsung. Misalnya, kriteria yang digunakan 75% atau 80%. Bagi peserta didik yang kemampuannya dibawah kriteria yang telah ditetapkan dinyatakan tidak berhasil dan harus mendapatkan remedial.
Tujuan penilaian acuan patokan adalah untuk mengukur secara pasti tujuan atau kompetensi yang ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. Penilaiana acuan patokan sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan kualitas hasil belajar sebab peserta didik diusahakan untuk mencapai standar yang telah ditentukan, dan hasil belajar peserta didik dapat diketahui derajat pencapaiannya. Untuk menentukan batas lulus dengan pendekatan ini, setiap skor peserta didik dibandingkan dengan skor ideal yang mungkin dicapai oleh peserta didik. Misalnya, dalam suatu tes ditetapkan skor idealnya adalah 100, maka peserta didik yang memperoleh skor 85 sama dengan memperoleh nilai 8,5 dalam skala 0-10 demikian seterusnya.
Pedoman konversi yang digunakan dalam mengubah skor mentah menjadi skor standar pada norma absolut skala lima adalah:
Jika skor maksimum ditetapkan berdasarkan kunci jawaban = 60, maka penguasaan 90% = 0,90 x 60 = 55, penguasaan 80% = 0,80 x 60 = 48, penguasaan 70% = 0,70 x 60 = 42, penguasaan 60% = 0,60 x 60 = 36. Dengan demikian, diperoleh table konversi sebagai berikut.
Jadi peserta didik yang memperoleh skor 50 berarti nilainya B, skor 35 nilainya E (tidak lulus), skor 44 nilainya C, dan seterusnya. Jika dikehendaki standar sepuluh, maka skor peserta didik dapat dikonversi dengan pedoman sebagai berikut.
Selanjutnya, persentase tingkat penguasaan terlebih dahulu diubah dalam bentuk table konversi. Caranya sama dengan skala lima di atas, setiap batas bawah tingkat penguasaan dikalikan dengan skor maksimum. Penguasaan 95% = 0,95 x 60 = 57, penguasaan 85% = 0,85 x 60 = 51, penguasaan 75% = 0,705x 60 = 45, dan seterusnya. Dengan demikian, diperoleh table konversi adalah.
Disamping itu, penafsiran dengan pendekatan acuan patokan dapat juga menggunkan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Mencari skor ideal, yaitu skor yang mungkin dicapai oleh peserta didik, jika semua soal dapat dijawab dengan betul
b. Mencari rata-rata ( ) ideal dengan rumus:
ideal = ½ x skor ideal
c. Mencari simpangan baku (s) ideal dengan rumus:
S ideal = ½ x ideal
d. Menyusun pedoman konversi sesuai dengan kebutuhan
Berdasarkan langkah-langkah di atas, maka pengolahannya adalah:
a. Mencari skor ideal, yaitu 60
b. Mencari rata-rata ideal, yaitu ½ x 60 = 30
c. Mencari simpangan baku ideal yaitu 1/3 x 30 = 10
d. Menyusun pedoman konversi
1) Skala lima
2) Skala sepuluh
3) Skala 0-100
4) Konversi dengan Z-score
5) peringkat
2. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Dalam penilaian acuan norma, makna angka (skor) seorang peserta didik ditemukan dengan cara membandingkan hasil belajarnya dengan hasil belajar peserta didik lainnya dalam satu kelas. Peserta didik dikelompokkan berdasarkan jenjang hasil belajar sehingga dapat diketahui kedudukan relative seorang peserta didik dibandingkan dengan teman sekelasnya. Tujuan penilaian acuan norma adalah untuk membedakan peserta didik atas kelompok-kelompok tingkat kemampuan, mulai dari yang terendah sampai dengan tertinggi. Secar ideal, pendistribusian tingkat kemampuan dalam satu kelompok menggambarkan suatu kurva normal.
Pada umumnya, penilaian acan norma digunakan untuk seleksi soal tes dalam pendekatan ini dikembangkan dari bagian bahan yang dianggap oleh guru urgen sebagai sampel dari bahan yang telah disampaikan. Guru berwenang untuk menentukan bagian mana yang lebih urgen. Untuk itu, guru harus dapat membatasi jumlah soal yang diperlukan, karena tidak semua materi yang disampaikan kepada peserta didik dapat dimunculkan soal-soalnya secara lengkap. Soal-soal harus dibuat dengan tingkat kesukaran yang bervariasi,, mulai dari yang mudah sampai dengan sukar sehingga memberikan kemungkinan jawaban peserta didik bervariasi, soal dapat menyebar, dan dapat membandingkan peserta didik yang satu dengan lainnya.
Peringkat dan klarifikasi anak yang didasarkan pada penilaian acuan norma lebih banyak mendorong kompetisi daripada membangun semangat kerjasama. Lagipula tidak menolong sebagian besar peserta didik yang mengalami kegagalan. Dengan kata lain, keberhasilan peserta didik hanya ditentukan oleh kelompoknya. Penilaian acuan norma biasanya digunakan pada akhir unit pembelajaran untuk menentukan tingkat hasil belajar peserta didik. Pedoman konversi yang digunakan dalam pendekatan acuan norma sama dengan pendekatan acuan patokan. Perbedaannya hanya terletak dalam menghitung rata-rata dan simpangan baku. Dalam pendekatan acuan norma, rata-rata dan simpangan baku dihitung dengan rumus statistic sesuai dengan skor mentah yang diperoleh peserta didik.
Langkah-langkah pengolahan data dengan pendekatan acuan norma adalah sebagai berikut.
a. Mencari skor mentah setiap peserta didik
b. Menghitung rata-rata ( ) actual dengan rumus
c. Menghitung simpangan baku (s) actual dengan rumus
d. Menyusun pedoman konversi